Senin, 09 September 2024

Teman Sekamar Baru | Ceritasakti.com

Ceritasakti.comAsrama mahasiswa itu, dengan dinding-dindingnya yang kusam dan lorong-lorongnya yang remang-remang, sudah lama menjadi saksi bisu berbagai kisah, dari yang lucu hingga yang menyeramkan. Namun, bagi Andi, seorang mahasiswa baru, asrama itu hanyalah tempat tinggal sementara, tempatnya menuntut ilmu dan menjalin pertemanan baru. Setidaknya, itulah yang ia harapkan.


Andi ditempatkan di sebuah kamar di lantai dua, kamar yang konon sudah lama kosong. Teman sekamarnya, Doni, belum juga muncul. Andi mencoba berpikir positif, mungkin Doni sedang ada urusan. Ia mulai membereskan barang-barangnya, mencoba membuat kamar itu terasa lebih nyaman, meskipun ada perasaan ganjil yang mengusiknya.


Malam pertama di asrama, perasaan ganjil itu semakin kuat. Andi terbangun oleh suara-suara aneh. Seperti ada orang yang sedang berjalan mondar-mandir di kamar sebelah, meskipun ia tahu kamar itu kosong. Ia mencoba mengabaikannya, mungkin hanya imajinasinya saja. Namun, suara-suara itu terus berlanjut, membuat Andi semakin gelisah. Udara di kamar terasa semakin dingin, meskipun malam itu tidak terlalu dingin.


Keesokan harinya, Doni akhirnya muncul. Ia tampak pucat dan kurus, dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Andi mencoba mengajaknya bicara, tapi Doni hanya menjawab dengan singkat dan dingin. Seolah ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka.


Hari-hari berlalu, Andi semakin merasa ada yang aneh dengan Doni. Doni jarang keluar kamar, dan ketika keluar pun, ia selalu menghindari kontak mata dengan orang lain. Ia juga sering bertingkah aneh, seperti berbicara sendiri atau tertawa tanpa sebab. Andi mulai merasa takut, namun rasa ingin tahunya lebih besar. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Doni.


Teman Sekamar Baru | Ceritasakti.com

Suatu malam, Andi terbangun oleh suara tangisan. Ia mencari sumber suara itu, dan ternyata berasal dari kamar mandi. Ia membuka pintu kamar mandi, dan melihat Doni sedang duduk di lantai, menangis tersedu-sedu. Tubuhnya bergetar hebat, dan air matanya membasahi lantai kamar mandi.


Andi mencoba menenangkan Doni, tapi Doni malah menjerit dan berlari kembali ke kamar. Andi mengikutinya, dan melihat Doni sedang berdiri di depan jendela, menatap kosong ke arah luar. Wajahnya pucat pasi, dan matanya terlihat kosong, seolah jiwanya telah pergi.


"Doni, ada apa?" tanya Andi, suaranya bergetar.


Doni tidak menjawab. Ia hanya terus menatap ke luar jendela, dengan ekspresi wajah yang kosong.


Andi merasa ada yang tidak beres. Ia mencoba mendekati Doni, tapi Doni tiba-tiba berbalik dan menatap Andi dengan tatapan yang tajam dan menakutkan. Matanya merah menyala, dan senyum menyeramkan terukir di wajahnya.


"Jangan ganggu aku!" teriak Doni, suaranya terdengar serak dan tidak manusiawi.


Andi terkejut. Ia tidak pernah melihat Doni semarah ini. Ia mundur perlahan, takut Doni akan melakukan sesuatu yang berbahaya. Jantungnya berdegup kencang, dan keringat dingin membasahi tubuhnya.


Doni kembali menatap ke luar jendela. Andi memperhatikannya dari kejauhan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari penjelasan logis untuk semua kejadian aneh ini.


Tiba-tiba, Doni mulai tertawa. Tawanya terdengar menyeramkan, seperti bukan tawa manusia. Andi merinding. Ia merasa ada sesuatu yang jahat sedang merasuki Doni. Sesuatu yang gelap dan menakutkan.


Doni terus tertawa, semakin keras dan semakin menyeramkan. Andi tidak tahan lagi. Ia berlari keluar kamar, mencari bantuan. Ia berlari secepat yang ia bisa, melewati lorong-lorong asrama yang gelap dan sepi.


Ia bertemu dengan penjaga asrama, dan menceritakan apa yang terjadi. Penjaga asrama tampak terkejut. Ia mengatakan bahwa kamar yang ditempati Andi dan Doni sudah lama kosong, karena penghuni sebelumnya meninggal secara misterius. Konon, arwah penghuni sebelumnya masih bergentayangan di kamar itu.


Andi tercengang. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia kembali ke kamarnya, bersama dengan penjaga asrama.


Namun, ketika mereka sampai di kamar, Doni sudah tidak ada. Jendela terbuka lebar, dan angin malam bertiup masuk, membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Kamar itu terasa kosong dan hampa, seolah tidak pernah ada kehidupan di dalamnya.


Andi dan penjaga asrama mencari Doni ke seluruh asrama, tapi mereka tidak menemukannya. Mereka akhirnya menyerah, dan kembali ke kamar Andi. Penjaga asrama menyarankan Andi untuk pindah kamar, namun Andi menolak. Ia merasa harus menghadapi kenyataan ini, meskipun ia takut.


Andi tidak bisa tidur malam itu. Ia terus memikirkan Doni, dan apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia merasa bersalah, karena tidak bisa membantu Doni. Ia juga merasa takut, karena ia tahu bahwa ia tidak sendirian di kamar itu.


Keesokan harinya, Andi memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang sejarah kamarnya. Ia bertanya kepada mahasiswa lain, dan ia menemukan bahwa penghuni sebelumnya, seorang mahasiswa bernama Roni, meninggal karena bunuh diri. Roni mengalami depresi berat, dan ia tidak bisa mengatasi masalahnya. Ia akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di kamar itu.


Andi merasa sedih mendengar cerita itu. Ia mengerti mengapa Roni merasa putus asa, dan ia berharap Roni telah menemukan kedamaian di alam baka. Ia juga berharap bahwa Doni, teman sekamarnya yang misterius, juga telah menemukan kedamaian.


Malam itu, Andi duduk di kamarnya, menatap ke luar jendela. Ia merasa sendirian, namun ia tahu bahwa ia tidak benar-benar sendirian. Ia merasakan kehadiran Roni di kamar itu, kehadiran yang tenang dan damai.


Andi menutup matanya, dan ia berdoa untuk Roni dan Doni. Ia berharap mereka berdua telah menemukan kedamaian, dan ia berharap ia bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang.


Ketika Andi membuka matanya, ia melihat sosok samar di depan jendela. Sosok itu tampak seperti Roni, namun ia juga tampak seperti Doni. Sosok itu tersenyum kepadanya, senyum yang hangat dan menenangkan.


Andi tidak merasa takut. Ia merasa damai. Ia tahu bahwa Roni dan Doni telah memaafkannya, dan mereka ingin ia melanjutkan hidupnya.


Sosok itu perlahan menghilang, dan Andi merasa kamarnya kembali normal. Udara terasa lebih hangat, dan perasaan ganjil yang mengusiknya telah hilang.


Andi akhirnya bisa tidur dengan nyenyak malam itu. Ia bangun keesokan harinya dengan perasaan segar dan penuh harapan. Ia tahu bahwa ia akan baik-baik saja, dan ia akan melanjutkan hidupnya dengan semangat baru.


Andi tidak pernah melupakan pengalamannya di kamar itu, namun ia tidak lagi merasa takut. Ia belajar untuk menghargai hidup, dan ia belajar untuk tidak mudah menyerah. Ia juga belajar untuk memaafkan, baik dirinya sendiri maupun orang lain.


Andi akhirnya menyadari bahwa asrama itu memang menyimpan banyak rahasia, dan tidak semua rahasia itu menyenangkan. Namun, ia juga menyadari bahwa asrama itu adalah tempatnya belajar dan tumbuh, baik secara akademis maupun pribadi.


Ia belajar untuk lebih berhati-hati, dan tidak mudah percaya dengan orang lain. Ia juga belajar untuk menghargai hidup, dan tidak menyia-nyiakan waktu. Karena ia tahu, bahwa kematian bisa datang kapan saja, tanpa peringatan.


Andi akhirnya meninggalkan asrama itu, setelah ia lulus kuliah. Ia membawa banyak kenangan dari asrama itu, baik kenangan indah maupun kenangan buruk. Namun, ia tidak pernah menyesal tinggal di asrama itu, karena ia tahu bahwa pengalamannya di asrama itu telah membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana. (E/S)