Ceritasakti.com - Asrama mahasiswa itu, dengan dinding-dindingnya yang kusam dan lorong-lorongnya yang remang-remang, sudah lama menjadi saksi bisu berbagai kisah, dari yang lucu hingga yang menyeramkan. Namun, bagi Andi, seorang mahasiswa baru, asrama itu hanyalah tempat tinggal sementara, tempatnya menuntut ilmu dan menjalin pertemanan baru. Setidaknya, itulah yang ia harapkan.
Andi ditempatkan di sebuah kamar di lantai dua, kamar
yang konon sudah lama kosong. Teman sekamarnya, Doni, belum juga muncul. Andi
mencoba berpikir positif, mungkin Doni sedang ada urusan. Ia mulai membereskan
barang-barangnya, mencoba membuat kamar itu terasa lebih nyaman, meskipun ada
perasaan ganjil yang mengusiknya.
Malam pertama di asrama, perasaan ganjil itu semakin
kuat. Andi terbangun oleh suara-suara aneh. Seperti ada orang yang sedang
berjalan mondar-mandir di kamar sebelah, meskipun ia tahu kamar itu kosong. Ia
mencoba mengabaikannya, mungkin hanya imajinasinya saja. Namun, suara-suara itu
terus berlanjut, membuat Andi semakin gelisah. Udara di kamar terasa semakin
dingin, meskipun malam itu tidak terlalu dingin.
Keesokan harinya, Doni akhirnya muncul. Ia tampak
pucat dan kurus, dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Andi mencoba
mengajaknya bicara, tapi Doni hanya menjawab dengan singkat dan dingin. Seolah
ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka.
Hari-hari berlalu, Andi semakin merasa ada yang aneh
dengan Doni. Doni jarang keluar kamar, dan ketika keluar pun, ia selalu
menghindari kontak mata dengan orang lain. Ia juga sering bertingkah aneh,
seperti berbicara sendiri atau tertawa tanpa sebab. Andi mulai merasa takut,
namun rasa ingin tahunya lebih besar. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi
dengan Doni.
Suatu malam, Andi terbangun oleh suara tangisan. Ia
mencari sumber suara itu, dan ternyata berasal dari kamar mandi. Ia membuka
pintu kamar mandi, dan melihat Doni sedang duduk di lantai, menangis
tersedu-sedu. Tubuhnya bergetar hebat, dan air matanya membasahi lantai kamar
mandi.
Andi mencoba menenangkan Doni, tapi Doni malah
menjerit dan berlari kembali ke kamar. Andi mengikutinya, dan melihat Doni
sedang berdiri di depan jendela, menatap kosong ke arah luar. Wajahnya pucat
pasi, dan matanya terlihat kosong, seolah jiwanya telah pergi.
"Doni, ada apa?" tanya Andi, suaranya
bergetar.
Doni tidak menjawab. Ia hanya terus menatap ke luar
jendela, dengan ekspresi wajah yang kosong.
Andi merasa ada yang tidak beres. Ia mencoba mendekati
Doni, tapi Doni tiba-tiba berbalik dan menatap Andi dengan tatapan yang tajam
dan menakutkan. Matanya merah menyala, dan senyum menyeramkan terukir di
wajahnya.
"Jangan ganggu aku!" teriak Doni, suaranya
terdengar serak dan tidak manusiawi.
Andi terkejut. Ia tidak pernah melihat Doni semarah
ini. Ia mundur perlahan, takut Doni akan melakukan sesuatu yang berbahaya.
Jantungnya berdegup kencang, dan keringat dingin membasahi tubuhnya.
Doni kembali menatap ke luar jendela. Andi
memperhatikannya dari kejauhan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari penjelasan logis untuk semua
kejadian aneh ini.
Tiba-tiba, Doni mulai tertawa. Tawanya terdengar
menyeramkan, seperti bukan tawa manusia. Andi merinding. Ia merasa ada sesuatu
yang jahat sedang merasuki Doni. Sesuatu yang gelap dan menakutkan.
Doni terus tertawa, semakin keras dan semakin
menyeramkan. Andi tidak tahan lagi. Ia berlari keluar kamar, mencari bantuan.
Ia berlari secepat yang ia bisa, melewati lorong-lorong asrama yang gelap dan
sepi.
Ia bertemu dengan penjaga asrama, dan menceritakan apa
yang terjadi. Penjaga asrama tampak terkejut. Ia mengatakan bahwa kamar yang
ditempati Andi dan Doni sudah lama kosong, karena penghuni sebelumnya meninggal
secara misterius. Konon, arwah penghuni sebelumnya masih bergentayangan di
kamar itu.
Andi tercengang. Ia tidak percaya dengan apa yang
didengarnya. Ia kembali ke kamarnya, bersama dengan penjaga asrama.
Namun, ketika mereka sampai di kamar, Doni sudah tidak
ada. Jendela terbuka lebar, dan angin malam bertiup masuk, membawa hawa dingin
yang menusuk tulang. Kamar itu terasa kosong dan hampa, seolah tidak pernah ada
kehidupan di dalamnya.
Andi dan penjaga asrama mencari Doni ke seluruh
asrama, tapi mereka tidak menemukannya. Mereka akhirnya menyerah, dan kembali
ke kamar Andi. Penjaga asrama menyarankan Andi untuk pindah kamar, namun Andi
menolak. Ia merasa harus menghadapi kenyataan ini, meskipun ia takut.
Andi tidak bisa tidur malam itu. Ia terus memikirkan
Doni, dan apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia merasa bersalah, karena tidak
bisa membantu Doni. Ia juga merasa takut, karena ia tahu bahwa ia tidak
sendirian di kamar itu.
Keesokan harinya, Andi memutuskan untuk mencari tahu
lebih banyak tentang sejarah kamarnya. Ia bertanya kepada mahasiswa lain, dan
ia menemukan bahwa penghuni sebelumnya, seorang mahasiswa bernama Roni,
meninggal karena bunuh diri. Roni mengalami depresi berat, dan ia tidak bisa
mengatasi masalahnya. Ia akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di kamar
itu.
Andi merasa sedih mendengar cerita itu. Ia mengerti
mengapa Roni merasa putus asa, dan ia berharap Roni telah menemukan kedamaian
di alam baka. Ia juga berharap bahwa Doni, teman sekamarnya yang misterius,
juga telah menemukan kedamaian.
Malam itu, Andi duduk di kamarnya, menatap ke luar
jendela. Ia merasa sendirian, namun ia tahu bahwa ia tidak benar-benar
sendirian. Ia merasakan kehadiran Roni di kamar itu, kehadiran yang tenang dan
damai.
Andi menutup matanya, dan ia berdoa untuk Roni dan
Doni. Ia berharap mereka berdua telah menemukan kedamaian, dan ia berharap ia
bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang.
Ketika Andi membuka matanya, ia melihat sosok samar di
depan jendela. Sosok itu tampak seperti Roni, namun ia juga tampak seperti
Doni. Sosok itu tersenyum kepadanya, senyum yang hangat dan menenangkan.
Andi tidak merasa takut. Ia merasa damai. Ia tahu
bahwa Roni dan Doni telah memaafkannya, dan mereka ingin ia melanjutkan
hidupnya.
Sosok itu perlahan menghilang, dan Andi merasa
kamarnya kembali normal. Udara terasa lebih hangat, dan perasaan ganjil yang
mengusiknya telah hilang.
Andi akhirnya bisa tidur dengan nyenyak malam itu. Ia
bangun keesokan harinya dengan perasaan segar dan penuh harapan. Ia tahu bahwa
ia akan baik-baik saja, dan ia akan melanjutkan hidupnya dengan semangat baru.
Andi tidak pernah melupakan pengalamannya di kamar
itu, namun ia tidak lagi merasa takut. Ia belajar untuk menghargai hidup, dan
ia belajar untuk tidak mudah menyerah. Ia juga belajar untuk memaafkan, baik
dirinya sendiri maupun orang lain.
Andi akhirnya menyadari bahwa asrama itu memang
menyimpan banyak rahasia, dan tidak semua rahasia itu menyenangkan. Namun, ia
juga menyadari bahwa asrama itu adalah tempatnya belajar dan tumbuh, baik
secara akademis maupun pribadi.
Ia belajar untuk lebih berhati-hati, dan tidak mudah
percaya dengan orang lain. Ia juga belajar untuk menghargai hidup, dan tidak
menyia-nyiakan waktu. Karena ia tahu, bahwa kematian bisa datang kapan saja,
tanpa peringatan.
Andi akhirnya meninggalkan asrama itu, setelah ia lulus kuliah. Ia membawa banyak kenangan dari asrama itu, baik kenangan indah maupun kenangan buruk. Namun, ia tidak pernah menyesal tinggal di asrama itu, karena ia tahu bahwa pengalamannya di asrama itu telah membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana. (E/S)