Kamis, 05 September 2024

Pamali Pendaki Gunung Arjuna | ceritasakti.com

Ceritasakti.com - Kabut tebal menyelimuti kaki Gunung Arjuna, seolah-olah gunung itu sendiri menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya dalam bentuk kabut mistis. Tiga mahasiswa, Rido, Bima, dan Ajeng, berdiri di gerbang pendakian, semangat petualangan membara di dada mereka. Mereka telah mendengar cerita-cerita tentang pantangan mendaki Arjuna bertiga, namun mereka hanya menganggapnya sebagai takhayul belaka.


"Ayo, jangan takut. Itu hanya mitos," Rido meyakinkan teman-temannya. Bima dan Ajeng saling berpandangan, ragu-ragu. Namun, semangat Rido yang menggebu-gebu akhirnya meyakinkan mereka. Mereka melangkah melewati gerbang, memasuki hutan lebat yang menyelimuti kaki gunung.


Pendakian awal terasa menyenangkan. Mereka bercanda, berbagi cerita, dan menikmati keindahan alam yang masih perawan. Namun, semakin tinggi mereka mendaki, semakin berat langkah mereka. Udara semakin tipis, kabut semakin tebal, dan hutan semakin sunyi. Mereka mulai merasakan kehadiran yang tak terlihat, mengawasi setiap gerakan mereka.


Malam pertama di gunung, mereka mendirikan tenda di sebuah dataran kecil. Api unggun yang mereka nyalakan berkedip-kedip, seolah-olah ketakutan akan sesuatu yang mengintai dalam kegelapan. Mereka makan malam dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.


Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki di sekitar tenda. Mereka saling berpandangan, jantung mereka berdegup kencang. Suara langkah kaki itu semakin dekat, semakin dekat, hingga akhirnya berhenti tepat di depan tenda mereka.


Pamali Pendaki Gunung Arjuna | cerita mistis


"Siapa di sana?" tanya Rido dengan suara gemetar.


Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang mencekam.


Mereka menunggu dalam ketegangan, tidak berani bergerak sedikit pun. Setelah beberapa saat, suara langkah kaki itu terdengar lagi, kali ini menjauh dari tenda mereka. Mereka menghela napas lega, namun ketakutan masih menyelimuti mereka.


Keesokan harinya, mereka melanjutkan pendakian. Mereka berusaha mengabaikan kejadian malam sebelumnya, namun bayangan sosok misterius itu terus menghantui mereka. Mereka merasa diawasi, diikuti, dan diintai.


Saat mereka mencapai puncak gunung, mereka disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Awan putih berarak di bawah mereka, matahari bersinar terang, dan angin bertiup sepoi-sepoi. Mereka merasa lega dan bangga telah menaklukkan Arjuna.


Mereka duduk di tepi tebing, menikmati pemandangan dan beristirahat sejenak. Tiba-tiba, Bima menjerit. Dia menunjuk ke arah bawah tebing.


"Lihat itu!" teriaknya.


Rido dan Ajeng mengikuti arah telunjuk Bima. Mereka melihat sesosok manusia berdiri di tepi jurang, menatap mereka dengan tatapan kosong. Sosok itu mengenakan pakaian compang-camping dan rambutnya panjang terurai.


Mereka bertiga terpaku, tidak bisa berkata-kata. Sosok itu perlahan-lahan mengangkat tangannya dan melambai kepada mereka.


"Siapa dia?" bisik Ajeng.


"Aku tidak tahu," jawab Rido. "Tapi aku merasa kita harus pergi dari sini."


Mereka bertiga bergegas meninggalkan puncak gunung. Mereka menuruni gunung dengan cepat, tidak berani menoleh ke belakang.


Saat mereka sampai di kaki gunung, mereka merasa lega. Mereka telah selamat dari Arjuna yang terlarang.


Namun, mereka tidak tahu bahwa mereka tidak benar-benar selamat. Sosok misterius itu masih mengikuti mereka, mengintai mereka dari kegelapan.


Beberapa hari kemudian, Rido, Bima, dan Ajeng kembali ke kampus. Mereka berusaha melupakan pengalaman mengerikan mereka di Arjuna, namun mereka tidak bisa. Mereka terus dihantui oleh bayangan sosok misterius itu.


Suatu malam, Rido sedang tidur di kamarnya. Dia terbangun karena mendengar suara ketukan di jendela. Dia membuka mata dan melihat sosok misterius itu berdiri di luar, menatapnya dengan tatapan kosong.


Rido menjerit ketakutan. Dia mencoba melarikan diri, namun sosok itu meraih tangannya dan menariknya ke arahnya.


Rido berjuang melepaskan diri, namun sosok itu terlalu kuat. Dia menarik Rido semakin dekat, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.


Rido bisa merasakan napas dingin sosok itu di kulitnya. Dia bisa melihat kebencian di mata sosok itu.


"Kamu melanggar pantangan," bisik sosok itu dengan suara serak. "Kamu harus membayarnya."


Sosok itu membuka mulutnya lebar-lebar, memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Dia siap untuk menerkam Rido.


Tiba-tiba, pintu kamar Rido terbuka. Bima dan Ajeng masuk dan melihat apa yang sedang terjadi. Mereka berteriak kaget dan berlari mendekati Rido.


Mereka mencoba melepaskan cengkeraman sosok itu dari Rido, namun sosok itu terlalu kuat. Mereka memukul kepala sosok itu dengan benda-benda di sekitar mereka, namun tidak ada yang berhasil.


Sosok itu semakin marah. Dia melepaskan Rido dan menyerang Bima dan Ajeng. Dia mencakar dan menggigit mereka, membuat mereka menjerit kesakitan.


Rido berusaha membantu teman-temannya, namun dia terlalu lemah. Dia hanya bisa menyaksikan dengan ngeri saat sosok itu mencabik-cabik Bima dan Ajeng.


Sosok itu akhirnya puas. Dia meninggalkan Bima dan Ajeng yang tergeletak di lantai, bersimbah darah. Dia mendekati Rido dan menatapnya dengan tatapan penuh kemenangan.


"Sekarang kalian berdua," bisiknya.


Sosok itu menghilang dari pandangan Rido. Rido terduduk lemas di lantai, air mata mengalir deras di pipinya. Dia tidak percaya bahwa teman-temannya telah tiada.


Dia merasa bersalah karena telah melanggar pantangan. Dia merasa bahwa dia yang bertanggung jawab atas kematian teman-temannya.


Rido hidup dalam penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Dia tidak pernah bisa melupakan pengalaman mengerikan itu. Dia terus dihantui oleh bayangan sosok misterius itu, mengingatkannya akan kesalahannya.


Rido akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dia tidak tahan lagi hidup dalam penderitaan. Dia pergi ke puncak Arjuna dan melompat dari tebing.


Tubuhnya jatuh bebas ke dalam jurang yang dalam. Saat dia menutup mata, dia melihat sosok misterius itu berdiri di tepi jurang, tersenyum puas.


Rido telah membayar kesalahannya. Dia telah bergabung dengan teman-temannya di alam baka. (E/S)

 

Selesai